Aliran-aliran
Epistemologi Bagi Ilmu Pendidikan diantaranya:
1.
Empirisme
Empirisme
adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme
Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong
(tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong
(tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia
memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima
hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun
rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi
yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun
objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali
secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah
pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
Menurut
aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (empereikos=
pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek),
yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal:
John Locke (1632 –1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David Hume.
2.
Rasionalisme
Rasionalisme
berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme
yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di
dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang
sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di
dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
Aliran ini
menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran
pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya adalah Rene
Descartes (1596 –1650, Baruch Spinoza (1632 –1677)
danGottriedLeibniz (1646 –1716).
3.
Fenomenalisme
Bapak
Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman.
Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat
inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan
disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah
mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri,
melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya,
pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi
Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan
didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para
penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya
sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
4.
Intusionisme
Menurut
Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan,
tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan
intuitif.
Salah
satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah,
paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman
yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat
merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang
dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus
meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya
diingat, intusionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi yang biasa
dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme-setidak-tidaknya dalam
beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh
melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi
sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa
yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan
dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan,
barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada
kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.
Dengan
intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses
pernalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil dari
evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
5. Dialektis
Yaitu tahap
logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis
sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan
perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak
tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan,
bertolak paling kurang dua kutub.
Manusia
berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat diperolehnya dengan
melalui beberapa sumber. Ada beberapa
pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
6.Wahyu
Wahyu adalah
pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk
menyampaikannya (Nabi dan Rosul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan
tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh
manusia.
7.Otoritas
Otoritas adalah
kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya.
Kita menerima suatu pengetahuan itu benar, bukan karena telah menceknya di luar
diri kita, melainkan telah dijamin oleh otoritas ( suatu sumber yang berwibawa,
memiliki wewenang, berhak) di lapangan.