Sesungguhnya hanya kepada Allah-lah manusia dan segala makhluk yang
ada menyandarkan diri. Karena hanya Allah yang Maha Sempurna. Sempurna
pengampunan-Nya, sempurna nikmat-Nya, sempurna rizqi-Nya dan sempurna
kebijaksanaan-Nya. Begitu sempurnanya kebijakan itu, hingga tiada amal
yang dilakukan manusia tanpa ada imbalannya.
Pertama, Allah swt telah menyiapkan tambahan rizqi bagi
mereka yang bersyukur. Ini merupakan janji Allah swt yang termaktub
dalam al-Qur’an dalam ayat yang berbunyi لَئِن شَكَرْتُمْ
لأَزِيدَنَّكُمْ, jikalau engkau bersyukur pasti akan aku tambah
nikmatmu. Tambahan ni’mat di sini bersifat pasti.
Kedua, Allah swt siapkan pengabulan bagi mereka yang telah
berdo’a. Ini juga merupakan bukti dari janji Allah yang akan selalu
mengabulkan do’a-do’a hambanya sebagaimana tercatat dalam al-Qur’an
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ.. (mintalah kalian kepada-Ku, maka Aku akan
mengabulkan (permintaan) kalian semua…
Akan tetapi, seringkali terbersit dalam hati sebuah pertanyaan.
Mengapa banyak do’a dan permintaan hamba yang tidak dikabulkan? Bukankah
Allah berjanji akan mengabulkan segala permintaan. Dan bukankah Allah
tidak pernah menyalahi janjinya (innallaha la yuhliful mi’ad). Lantas bagaimana kita memahami realita ini?
Seorang ulama menjelaskan bahwasannya Allah pasti akan mengabulkan
segala permohonan do’a hamba-Nya. Karena Allah itulah yang ia janjikan
dalam al-Qur’an, dan Allah bukanlah dzat yang mengingkari janji. Hanya
saja yang harus dimengerti bahwa tidak semua do’a dikabul dan
diterimakan kepada hamba-Nya di dunia ini. Kadang kala setengah dari
permintaan itu dikabul di dunia dan setengah sisanya nanti akan
diberikan di akhirat. Atau bisa saja sepertiga di terima di dunia dan
dua pertiga dari permintaan itu akan dihibahkan oleh Allah diakhirat
nanti.
Bukankah kita sering berdo’a memohon sesuatu yang hasilnya tidak
seperti yang kita inginkan. Kita kadang berdo’a agar diberikan motor
baru, tetapi yang diberikan oleh-Nya hanya motor bekas. Atau kadang kita
meminta do’a agar memiliki istri yang cantik dan shalehah, tetapi kita
diberi istri yang shalehah saja. terkadang juga sebaliknya, berharap
kita memiliki anak shaleh dan Allah memberi kita anak yang shaleh.
Sebagaimana harapan kita memiliki hunian sederhana dan Allah memberi
kita rumah sederhana.
Demikianlah seharusnya cara kita memahami konsep ijabah dan
do’a. Yakinlah apa yang ditentukan Allah kepada kita saat ini adalah
yang terbaik. Percayalah bahwa di balik pemberian itu ada hikmah yang
amat sangat besarnya.
Oleh karenanya, orang-orang sufi akan merasa sangat susah jika semua
permintaannya dikabulkan oleh Allah swt saat ini juga. Karena mereka
berpikir, apabila Allah mengabulkan segala permintaanku di dunia, lantas
apakah yang akan aku punya di akhirat nanti? Bukankah lebih baik
‘melarat’ di kehidupan dunia yang sementara ini dari pada miskin di
akhirat yang abadi nanti?
Pertanyaan dan kebimbangan semacam ini merupakan kewajaran bagi
manusia awam seperti kita. oleh karena itu Rasulullah saw dalam sebuah
haditsnya memberikan ajaran yang sangat bagus untuk kita teladani,
sebuah do’a yang berbunyi:
Ya Allah Aku sungguh memohon kepadamu jiwa yang tenang yang percaya akan adanya kesempatan berjumpa dengan-Mu, dan (jiwa) yang rela atas segala keputusan-Mu, dan (jiwa) yang lapang atas segala pemberian-MU.
Selanjutnya, Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Dirahmati Allah
Ketiga Allah swt siapkan ampunan bagi mereka yang beristighfar (meminta ampun). Demikianlah sebiknya kita selalu beristighfar agar terbebas dari dosa-dosa kecil yang tidak terhindarkan oleh jiwa awam kita yang sering kali timbul karena lidah yang terpeleset, tangan yang jahil, hati yang dengki dan lain sebagainya.
Allah telah menyiapkan ampunan bagi hamba-hamabanya yang mau mengaku bersalah dan meminta maaf kepada-Nya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda
Andaikan kalian berbuat salah, dan kesalahan itu mencapai tingginya langit, kemudian engkau memohon ampunan, pastilah Allah mengampunimu semua.
Sayangnya, jarang sekali diri kita ini merasa salah dan berdosa, karena menganggap apa yang kita lakukan adalah sebuah kebiasaan yang tidak mengandung ma’syiat. Kita menganggap melihat gosip di media bukanlah dosa, padahal itu bentuk lain dari ghibah. Kita merasa hanya sekedar mengkritik, padahal kritikan kita tanpa bukti dan alasan yang kuat, itu merupakan miniatur dari fitnah. Kita menggap biasa saja dengan pengeluaran belanja kita, padahal jika dipikir kembali apa yang telah kita beli bukanlah barang-barang primer, bukankah itu bagian dari kemubadziran? Astaghfirullahal ‘adhim…
Keempat, Ma’asyiral Muslimin…
Allah swt akan selalu membuka pintu yang lebar (menerima) bagi mereka yang melakukan pertaubatan insaf dari kesalahan. Tidak perlu hawatir mengenai dosa-dosa jikalau seseorang telah bertaubat pastilah Allah akan menerima taubat itu. Sebuah hadits qudsi menjelaskan kepada kita gambaran betapa Allah swt adalah Tuhan yang Maha-Maha Pemurah dan Penerima taubat hamba-Nya:
Telah tertulis di sekitar ‘arasy (terhitung) 4000 tahun sebelum dunia tercipta bahwa seseungguhnya Aku ini adalah Pengampun orang yang bertaubat dan beriman lagi beramal shaleh, dan Akupun memberi petunjuk.
Memang bagi sebagian orang merasa bersalah itu mudah, tetapi bertekad untuk tidak mengulanginya kembali dan memang tidak mengulanginya lagi adalah sebuah kesulitan tersendiri. oleh karena itulah seringkali orang ‘alim berdo’a kepada Allah swt agar diberikan kesadaran untuk melakukan pertaubatan. Karena kemampuan manusia untuk bertaubat datangnya hanya dari Allah swt. Bukankah ampunan-Mu jauh lebih luas dari kesalahan Kami.
Kelima, Allah swt siapkan imbalan spesial bagi mereka yang bersedekah. Imbalan itu sungguh spesial apabila sedekah yang dilakukan seorang hamba itu semata karena Allah Ta’ala. Baik imbalan di dunia maupun di akhirat. Dalam sebuah hadit diterangkan bahwa
Tidak seorangpun yang bersedekah semata karena Allah, kecuali di hari kiamat kelak Allah akan berkata “hambaku, kau mengharapkan-Ku, Aku pun tidak akan membiarkanmu terbakar. Aku haramkan jasadmu terbakar api neraka. Dan Aku persilahkan kau memilih pintu surga mana yang kau inginkan.
Begitulah janji Allah tentang imbalan di akhirat kelak, kepada mereka yang bersedekah. Sedangkan imbadal di dunia ini sudahlah jelas, kita semua telah mengerti bahkan seolah menjadi semboyan bahwa sedekah dapat menolak segala bala’ (kesialan). Assodaqatu tuhfi’ul bala’.