Rabu, 04 Desember 2013

ANJURAN RASULULLAH SAW. TERHADAP ORANG YANG TERTIMPA KEMATIAN

ANJURAN RASULULLAH SAW. TERHADAP ORANG YANG TERTIMPA KEMATIAN 
Oleh : Abdul Mannan "Guru MTs Nurul Falah Ketapang Sampang" 

BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah
Syariat Islam mengajarkan bahwa manusia pasti akan meninggal dunia,
namun tidak akan pernah diketahui kapan kematian itu tiba. Karena manusia adalah makhluk sebaik-baik ciptaan Allah swt dan
ditempatkan pada derajat yang tinggi, Islam sangat memperhatikan dan menghormati orang-orang yang meninggal dunia. Rasulullah SAW menganjurkan agar meringankan beban keluarga yang ditimpa musibah kematian. Anjuran tersebut di antaranya, حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ، قَالَا: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ خَالِدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ، قَالَ: لَمَّا جَاءَ نَعْيُ جَعْفَرٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا، فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ، أَوْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ» “Hisyam bin Ammar dan Mohammad bin Shabah bercerita. Sufian bin Uyainah dari Ja’far bin Khalid dari ayahnya Abdullah bin Ja’far dia berkata: ketikka janazah Ja’far datang maka Rasulullah berkata “Hendahlah kalian semua membuat makanan untuk keluarga Ja’far. Maka sudah datang pada mereka sesuatu yang membuat mereka sibuk atau desibukkan dengan perkara tersebut.” Syaikh al-Albani berkata:.. hadits ini merupakan hadits Hasan.” حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْبَزَّازُ , ثنا بِشْرُ بْنُ مَطَرٍ , ثنا سُفْيَانُ , عَنْ جَعْفَرِ بْنِ خَالِدٍ , عَنْ أَبِيهِ , عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ , قَالَ: لَمَّا جَاءَ نَعْي جَعْفَرٍ , قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا , فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ مَا شَغَلَهُمْ» أَوْ «أَمْرٌ شَغَلَهُمْ» “Dikisahkan oleh Abu Bakr bin Yaqub ibn Ibrahim al-Bazzaz bercerita pada kami ibn Matar dan Sufian dari Ja’far bin Khalid dari ayahnya Abdullah bin Ja’far mengatakan ketika mayat Ja’far datang, maka Rasulullah berkata “buatlah makanan buat keluarga Ja’far karena sesungguhnya: Telah datang pada mereka apa yang membuat mereka kerepotan atau perkara itu yang membuat mereka sibuk.” Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa mengantarkan makanan untuk keluarga yang ditimpa musibah kematian sangat dianjurkan. Anjuran ini disebabkan keluarga yang ditimpa kematian sedang berduka sehingga sulit bagi mereka untuk menyiapkan makanan untuk anggota keluarganya. Tetapi dalam praktek di tengah-tengah masyarakat muslim sering terjadi kebalikan dari anjuran Nabi di atas. Jika Nabi menganjurkan untuk meringankan beban keluarga yang ditimpa musibah, maka praktek sebagian masyarakat justru memberatkan keluarga yang ditimpa musibah dengan menyiapkan makanan dan minuman untuk orang yang datang ketika ta’ziah dan pada waktu-waktu lain. Makalah yang ringkas ini membahas tentang hadits-hadits yang berhubungan dengan anjuran untuk meringankan beban keluarga si mayat dan larangan memberatkan keluarga si mayat, di antaranya dengan mengadakan serangkaian acara yang tidak dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Maka dari itu kami berinisiatif menulis sebuah karya ilmiah dengan judul “Anjuran Rasulullah Meringankan Beban Keluarga Yang Tertimpa Musibah Kifayah”
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja anjuran Rasulullah terhadap keluarga yang tertimpa musibah kifayah?
2. Bagaimana dengan adanya tradisi tahlil dan membaca al-Qur’an untuk mayyit ?

C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui segala anjuran Rasulullah terhadap keluarga yang tertimpa musibah kifayah
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan tradisi tahlil dan membaca al-Qur’an untuk mayyit

BAB II PEMBAHASAN
A. Anjuran Rasulullah untuk Meringankan beban keluarga yang ditimpa musibah kematian.
1. Anjuran melakukan ta’ziyah. Ta’ziyah adalah semua perkara yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang bagi keluarga yang meninggal dalam rangka menghiburnya. Ucapan-ucapan dan perbuatan itu merupakan perkara yang dibenarkan oleh agama, berupa doa dan ucapan belasungkawa yang menghibur hati dan meringankan kesedihan keluarga yang ditinggalkan. Hal tesebut sangatlah dianjurkan oleh Rasulullah sebagaimana dalam hadits berikut: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ قَالَ: حَدَّثَنِي قَيْسٌ أَبُو عُمَارَةَ، مَوْلَى الْأَنْصَارِ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ، إِلَّا كَسَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» “Dikisahkan Abu Bakr bin Abi Shaybah. memberitahukan kepada kami Khalid bin Mukhollad. Qais Abu Amara Ansar berkata kepadaku: Aku mendengar Abdullah ibn Abi Bakr ibn Muhammad ibn Amr ibn Hazm dari ayah dia dan dia mendengar dari kakeknya” - Nabi saw bersabda: “Tidak seorang mukmin pun yang datang berta’ziah kepada saudaranya yang ditimpa musibah, kecuali akan diberi pakaian kebesaran oleh Allah di hari kiamat.” حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِذْ جَاءَهُ رَسُولُ إِحْدَى بَنَاتِهِ وَعِنْدَهُ سَعْدٌ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ وَمُعَاذٌ أَنَّ ابْنَهَا يَجُودُ بِنَفْسِهِ فَبَعَثَ إِلَيْهَا: "لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلِلَّهِ مَا أَعْطَى, كُلٌّ بِأَجَلٍ فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ “Diceritakan dari kami Malik bin Ismail mengatakan kepada kami Israel dari Asim dari Abi Utsman dari Umamah dia berkata: Saya bersama Nabi saw ketika itu datang kepada Rasulullah salah satu putrinya dan disana ada Sa’ad dan Ubai bin Ka’ab dan Mu’ad” Dan milik Allah apa yang diambilnya dan yang diberikannya, dan segala sesuatu memiliki jangka waktu tertentu, maka hendaklah bersabar dan menabahkan hati.” Berdasar hadits di atas dapat kita pahami bahwa Rasulullah menganjurkan kita untuk meringankan dan menghibur kesedihan keluarga yang ditimpa musibah kematian. Di antara cara meringankan beban tersebut adalah dengan melakukan ta’ziyah. Ta’ziyah adalah suatu ibadah yang dianjurkan, baik datang langsung ke rumah keluarga yang berduka maupun dengan titipan pesan. Perkataan atau doa yang dibaca ketika ta’ziyah tidak ditentukan oleh Nabi, tetapi pesan kesabaran dan pengembalian (istirja’) sering diucapkan oleh Nabi SAW. Dari hadits-hadits tentang ta’ziyah di atas, terlihat bahwa tidak ada Nabi menyuruh untuk mengadakan acara khusus tentang ta’ziah, apalagi sampai menyibukkan dan menyusahkan keluarga yang berduka.
2. Anjuran Meringankan beban Keluarga Yang di Timpa Musibah Kifayah حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنِي جَعْفَرُ بْنُ خَالِدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا، فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ» “Menceritakan pada kami Musaddad menceritakan pada kami Sufyan Ja’far bin Kholid dari bapaknya dari Abdillah bin Ja’far dia berkata: Rasulullah bersabda: “buatlah untuk keluarga Ja’far makanan karena telah datang kepada mereka sesuatu yang membuat mereka sibuk.” حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ، قَالَا: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ خَالِدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ، قَالَ: لَمَّا جَاءَ نَعْيُ جَعْفَرٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا، فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ، أَوْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ» “Hisyam bin Ammar dan Mohammad bin Shabah bercerita. Sufian bin Uyainah dari Ja’far bin Khalid dari ayahnya Abdullah bin Ja’far dia berkata: ketikka janazah Ja’far datang maka Rasulullah berkata “Hendaklah kalian semua membuat makanan untuk keluarga Ja’far. Maka sudah datang pada mereka sesuatu yang membuat mereka sibuk atau desibukkan dengan perkara tersebut.” Syaikh al-Albani berkata:.. hadits ini merupakan hadits Hasan.” حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْبَزَّازُ , ثنا بِشْرُ بْنُ مَطَرٍ , ثنا سُفْيَانُ , عَنْ جَعْفَرِ بْنِ خَالِدٍ , عَنْ أَبِيهِ , عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ , قَالَ: لَمَّا جَاءَ نَعْي جَعْفَرٍ , قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا , فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ مَا شَغَلَهُمْ» أَوْ «أَمْرٌ شَغَلَهُمْ» “Dikisahkan oleh Yaqub ibn Ibrahim al-Bazzaz bercerita pada kami ibn Matar dan Sufian dari Ja’far bin Khalid dari ayahnya Abdullah bin Ja’far mengatakan ketika mayat Ja’far datang, maka Rasulullah berkata “buatlah makanan untuk keluarga Ja’far karena sesungguhnya: Telah datang pada mereka apa yang membuat mereka kerepotan atau perkara itu yang membuat mereka sibuk.” أَخْبَرَنَا أَبُو طَاهِرٍ الْفَقِيهُ، أنبأ أَبُو حَامِدٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ بِلَالٍ الْبَزَّازُ , ثنا يَحْيَى بْنُ الرَّبِيعِ الْمَكِّيُّ، ثنا سُفْيَانُ، عَنْ جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُنَّ مَا يَشْغَلُهُنَّ " , أَوْ " أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ ". جَعْفَرٌ هَذَا هُوَ ابْنُ خَالِدِ ابْنِ سَارَةَ مَخْزُومِيٌّ “Mengatakan kepada kami Abu Taher al-Faqih dikabarkan Abu Hamid Ahmad bin Mohammad bin Yahya bin Bilal al-Bazzaz bercerita kepada kami Yahya bin Rabi’ al-Makki bercerita pada kami Sufian dari Ja’far dari ayahnya Abdullah bin Ja’far mengatakan bahwa Nabi saw berkata: “buatlah makanan kepada keluarga Ja’far karena telah datang pada mereka apa yang membuat mereka kerepotan atau perkara itu yang membuat mereka sibuk.” Selain menganjurkan untuk datang menghibur keluarga yang ditinggalkan Rasulullah juga menganjurkan agar meringakan beban keluarga yang ditimpa musibah dengan mengantarkan makanan atau apa saja yang dapat meringankan beban keluarga yang ditimpa musibah. Makanan yang terdapat dalam hadits di atas hanya sebagai salah satu contoh yang dibutuhkan, mungkin ada hal-hal lain yang bisa diberikan oleh tetangga dan masyarakat lainnya, seperti biaya tajhizul mayyit (perawatan jenazah).
3. Larangan Meratapi Mayit Di antara dalil khusus yang paling sering dikemukakan adalah tentang larangan berkumpul di rumah keluarga mayit lalu dihidangkan makanan dan seterusnya. Yang mana hal tersebut suatu yang sangat dilarang oleh Rasulullah sebagaimana hadits berikut: حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، قَالَ: تُوُفِّيَتْ ابْنَةٌ لِعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِمَكَّةَ، وَجِئْنَا لِنَشْهَدَهَا وَحَضَرَهَا ابْنُ عُمَرَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، وَإِنِّي لَجَالِسٌ بَيْنَهُمَا - أَوْ قَالَ: جَلَسْتُ إِلَى أَحَدِهِمَا، ثُمَّ جَاءَ الآخَرُ فَجَلَسَ إِلَى جَنْبِي - فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لِعَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ: أَلاَ تَنْهَى عَنِ البُكَاءِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ المَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ» “Telah menceritakan kepada saya Abdan telah menceritakan kepada saya Abdullah. Telah mengabarkan kepada saya ibnu juraij dan dia berkata telah mengabarkan kepadaku Abdullah bin Ubaidillah bin Abu Mulaikah berkata, “Putri Utsman bin Affan meninggal dunia di Mekah dan kami datang hendak menghadirinya. Di sini datang pula Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas. Aku sendiri duduk di antara kedua orang itu atau aku duduk mendekati salah seorang dari keduanya. Kemudian ada orang lain yang baru datang dan langsung duduk di dekatku. Abdullah bin Umar berkata kepada Amr bin Utsman, ‘Mengapa engkau melarang menangis? Sebab, Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya mayat itu disiksa karena tangisan keluarganya atasnya.” حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَارِثِ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ حَفْصَةَ، عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ، قَالَتْ: " بَايَعْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَرَأَ عَلَيْنَا: {أَنْ لاَ يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا} وَنَهَانَا عَنِ النِّيَاحَةِ، فَقَبَضَتِ امْرَأَةٌ مِنَّا يَدَهَا، فَقَالَتْ: فُلاَنَةُ أَسْعَدَتْنِي، وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أَجْزِيَهَا، فَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا، فَذَهَبَتْ ثُمَّ رَجَعَتْ، فَمَا وَفَتِ امْرَأَةٌ إِلَّا أُمُّ سُلَيْمٍ، وَأُمُّ العَلاَءِ، وَابْنَةُ أَبِي سَبْرَةَ، امْرَأَةُ مُعَاذٍ، أَوِ ابْنَةُ أَبِي سَبْرَةَ، وَامْرَأَةُ مُعَاذٍ" “Memberitahu kepada kami Musaddad, Abdul Warits dari Ayyub dari Hafsah dari Ummi Atiyyah. dia mengatakan: berjanji setia kepada Nabi saw dan membacakan bahwa kita tidak akan menyekutukan Allah. Dan melarang kami dari wanita meratapi mayat kami, memegang tangannya, dia berkata begitu dan begitu senang saya, dan saya ingin membalasnya. Tidak mengatakan apa-apa jadi aku pergi dan kemudian datang kembali, maka ketika meninggal seorang perempuan kecuali Ummu Salim dan Ummu al-‘Ala’ dan putri Abi Sabrah perempuan Mu’adz atau putri Abi Sabrah perempuan Mu’adz.” حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى، قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ: حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، وحَدَّثَنَا شُجَاعُ بْنُ مَخْلَدٍ أَبُو الْفَضْلِ، قَالَ: حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ، قَالَ: «كُنَّا نَرَى الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ» في الزوائد إسناده صحيح. رجال الطريق الأول على شرط البخاري. والثاني على شرط مسلم “ Telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Yahya, dia berkata telah menceritakan kepada kami Sa’id Ibn Mansur, dia berkata telah menceritakan kepada kami Hasyim, dia berkata telah menceritakan kepada kami Syuja’ Ibn Mukhallid Abu al- Fadl, dia berkata telah menceritakan kepada kami Hasyim dari Ismail Ibn Abi Khalid dari Qays Ibn Abi Hazm dari Jarir Ibn Abdillah al- Bajally, dia berkata bahwa kami menganggap bahwa berkumpul di tempat keluarga si mayit dan menyediakan makanan adalah bagian dari meratap. Sanad hadits ini adalah sahih. Turuq rawi yang pertama adalah turuq yang dirawikan oleh Bukhari dan turuq yang kedua adalah turuq yang dirawikan oleh Muslim. حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ يَزِيدَ، ح وحَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ - وَاللَّفْظُ لَهُ - أَخْبَرَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ، حَدَّثَنَا أَبَانُ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، أَنَّ زَيْدًا، حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا سَلَّامٍ، حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا مَالِكٍ الْأَشْعَرِيَّ، حَدَّثَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ، لَا يَتْرُكُونَهُنَّ: الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ، وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ، وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ، وَالنِّيَاحَةُ " وَقَالَ: «النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا، تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ» Dari shahabat Abu Malik Al-Asya’ri -radhiyallahu ‘anhu (semoga Allah meridhainya)-, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Pada umatku, ada empat sifat (perangai) Jahiliyyah yang belum mereka tinggalkan. (Sifat-sifat tersebut adalah): (1) berbangga dengan keturunan, (2) mencela nasab, (3) menyandarkan turunnya hujan kepada bintang-bintang, dan (4) niyahah (meratapi orang yang telah meninggal dunia).” Kemudian Rasulullah bersabda: “Wanita yang meratapi kematian, jika dia tidak bertaubat sebelum ajal menjemputnya, maka kelak pada hari kiamat, dia akan dikenakan pakaian yang terbuat dari lelehan tembaga dan pakaian dari besi dalam keadaan tubuhnya berkudis dan berbau busuk.” حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ مَالِكِ بْنِ مِغْوَلٍ، عَنْ طَلْحَةَ قَالَ: قَدِمَ جَرِيرٌ عَلَى عُمَرَ فَقَالَ: هَلْ يُنَاحُ قِبَلَكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ؟ قَالَ: «لَا». قَالَ: فَهَلْ تَجْتَمِعُ النِّسَاءُ عِنْدَكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ وَيُطْعَمُ الطَّعَامُ؟ قَالَ: «نَعَمْ»، فَقَالَ: «تِلْكَ النِّيَاحَةُ» “Memberitahukan kepada kami malik Bin Monghul dari Thalhah dia berkata: ketika Jarir berangkat kepada Umar maka dia berkata: apakah kalian semua meratapi mayat, maka mereka menjawab tidak maka dia berkata apakah orang-orang perempuan berkumpul dan memberikan makan mereka, maka mereka menjawab ya…maka dia berkata itu dia yang dinamakan meratapi mayat.” Meratap atau yang dalam bahasa arab disebut “niyahah” adalah perbuatan yang dilarang di dalam agama. Meskipun begitu, bukan berarti keluarga mayit sama sekali tidak boleh bersedih atau menangis saat anggota keluarga mereka meninggal dunia, sedangkan Rasulullah Saw. saja bersedih dan menangis mengeluarkan air mata saat cucu beliau wafat, Rasulullah Saw. juga menangis saat menjelang wafatnya putra beliau yang bernama Ibrahim, bahkan beliau juga menangis di makam salah seorang putri beliau dan di makam ibunda beliau sehingga orang yang bersamanya pun ikut menangis. Maka meratap yang diharamkan dan disebut niyahah adalah menangisi mayit dengan suara keras, meraung, atau menggerung, apalagi diiringi dengan ekspresi berlebihan seperti merobek kantong baju, memukul-mukul atau menampar pipi, menarik-narik rambut, atau menaburi kepala dengan tanah, dan lain sebagainya. berkumpul dan menyediakan makanan merupakan bagian dari meratap, maka bila meratap dilarang oleh Nabi SAW maka berkumpul dan menyediakan makanan pun dilarang sebagaimana hadits di atas. Namun dalam kenyataannya, praktek di tengah-tengah masyarakat justru berlainan dengan hadits-hadits di atas.
B. Tahlilan Dan Membaca Al-Qur'an Untuk Mayyit Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa secara umum di negara kita Indonesia khususnya di pulau Jawa, ketika ada salah satu famili meninggal dunia maka sudah menjadi sebuah tradisi membacakan al-Qur’an, tahlil, dan doa untuk Mayyit selama tujuh hari
1. Membaca Al-Qur'an Para ulama Ahlussunnah menyepakati bahwa doa dan istighfar seorang muslim yang masih hidup kepada Allah untuk orang yang telah mati itu bermanfaat. Demikian juga membaca al Qur'an di atas kubur juga bermanfaat terhadap mayyit. Dalil Kebolehan membaca al Qur'an di atas kubur adalah hadits bahwa Nabi membelah pelepah yang basah menjadi dua bagian kemudian Nabi menanamkan masing-masing di dua kuburan yang ada dan Rasulullah bersabda: «لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا» رواه الشيخان "Semoga keduanya mendapatkan keringanan siksa kubur selama pelepah ini belum kering". Dapat diambil dalil dari hadits ini bahwa boleh menancapkan pohon dan membaca al Qur'an di atas kubur, jika pohon saja bisa meringankan adzab kubur lebih–lebih bacaan al Qur'an orang mukmin. Imam Nawawi berkata: "Para ulama mengatakan sunnah hukumnya membaca al Qur'an di atas kubur berdasarkan pada hadits ini, karena jika bisa diharapkan keringanan siksa kubur dari tasbihnya pelepah kurma apalagi dari bacaan al Qur'an". Jelas bacaan al Qur'an dari manusia itu lebih agung dan lebih bermanfaat daripada tasbihnya pohon. Jika telah terbukti al Qur'an bermanfaat bagi sebagian orang yang ditimpa bahaya dalam hidupnya, maka mayit begitu juga.
2. Tahlilan Selama Tujuh Hari Tahlilan hukumnya boleh, sedangkan unsur-unsur dalam tahlilan merupakan amaliyah-amaliyah masyru’ seperti berdo’a, membaca dzikir baik tasybih, tahmid, takbir, tahlil hingga shalawat, dan juga membaca al-Qur’an yang pahalanya untuk mayyit. Disamping itu juga terkait dengan hubungan sosial masyarakat yang dianjurkan dalam Islam yakni shilaturahim. Adapun jamuan makan dalam kegiatan tahlilan (kenduri arwah) jika bukan karena tujuan untuk kebiasaan (menjalankan adat) dan tidak memaksakan diri jikalau tidak mampu serta bukan dengan harta yang terlarang. Maka, membuat dengan niat tarahhum (merahmati) mayyit dengan hati yang ikhlas serta dengan niat menghadiahkan pahalanya kepada mayyit (orang mati) maka itu mustahab (sunnah). Itu merupakan amalan yang baik karena tujuannya adalah demikian. Sebagaimana hadits Rasulullah berikut: وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ، إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ» “Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah datang seorang lelaki pada nabi saw seraya berkata : Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal mendadak sebelum berwasiat, kukira bila ia sempat bicara mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku bersedekah atas namanya?, Rasul saw menjawab : “Boleh” Berdasarkan hadits diatas, bila keluarga rumah duka menyediakan makanan dengan maksud bersedekah maka hal itu sunnah, apalagi bila diniatkan pahala sedekahnya untuk mayyit, demikian kebanyakan orang orang yg kematian, mereka menjamu para tamu yang datang dengan sedekah yang pahalanya untuk si mayyit, maka hal ini sunnah.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Rasulullah menganjurkan kita untuk meringankan dan menghibur kesedihan keluarga yang ditimpa musibah kematian. Di antara cara meringankan beban tersebut adalah dengan melakukan ta’ziyah. Ta’ziyah adalah suatu ibadah yang dianjurkan, baik datang langsung ke rumah keluarga yang berduka maupun dengan titipan pesan. Perkataan atau doa yang dibaca ketika ta’ziyah tidak ditentukan oleh Nabi, tetapi pesan kesabaran dan pengembalian (istirja’) sering diucapkan oleh Nabi SAW. Selain menganjurkan untuk datang menghibur keluarga yang ditinggalkan Rasulullah juga menganjurkan agar meringakan beban keluarga yang ditimpa musibah dengan mengantarkan makanan atau apa saja yang dapat meringankan beban keluarga yang ditimpa musibah. Meratap atau disebut niyahah adalah menangisi mayit dengan suara keras, meraung, atau menggerung, apalagi diiringi dengan ekspresi berlebihan seperti merobek kantong baju, memukul-mukul atau menampar pipi, menarik-narik rambut, atau menaburi kepala dengan tanah, dan lain sebagainya. berkumpul dan menyediakan makanan merupakan bagian dari meratap, maka bila meratap dilarang oleh Nabi SAW maka berkumpul dan menyediakan makanan pun dilarang.
DAFTAR PUSTAKA
al- Azdy, Sulaiman Ibn al-‘Ats’asy Abu Daud al- Syajasytany. tt. Sunan Abu Daud. Beirut: al-Maktabah al-‘Isriyah. al- Baghdady, Ali Ibn Umar Abu al-Hasan al-Daruquthny. 1424 H/2004 M. Sunan al-Daruquthny. Beirut: Muassasah al-Risalah. al- Baihaqy, Ahmad Ibn al- Husain Ibn ‘Ali Ibn Musa Abu Bakr. 1424 H/2003 M. al-Sunan al- Kubra. Beirut : Dar al-Kitab al-Ilmiyah. al-Ju’fy,Muhammad Ibn Ismail Abu ‘Abdillah al-Bukhary. 1422 H. Al- Jami’ Al- Shahih al-Mukhtadhar. tk: Shamela. al- Kufy, Abu Bakr Abdillah Ibn Muhammad Ibn Abi Syaibah. 1409 H. al- Mushannif Fi al-Hadits Wa al-Atsar Riyadh: Maktabah al- Rusyd. al-Naisabur, Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan. tt. Sohih Muslim. Beirut, Dar Ihya’ al-Turats al-Arabiyah. al-Quzwainy, Muhammad Ibn Yazid Abu Abdillah. tt. Sunan Ibn Majah. tk: Dar Ihya’ al-‘Arabiyah. as-Syarbini, Muhammad al-Khathib. tt. Mughni al-Muhtaaj. tk, Dar al-Fikr. al-Tsaury, Al-Faqir. Tahlilan Dalam Perspektif Madzhab Imam as-Syafi’i http://ashhabur-royi.blogspot.com diakses pada tanggal 29 Nopember 2013